PENGEMBANGAN PROGRAM PROMOSI PARIWISATA DI KABUPATEN BERAU


v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);}
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:”Table Normal”; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:””; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:”Times New Roman”; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;}

BAB I

PENGANTAR

 

1.1  Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat indah. Semua itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai obyek wisata yang dapat menarik kunjungan wisatawan. Wisatawan yang datang berkunjung merupakan sumber devisa negara yang dapat meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat di lokasi obyek wisata.

Pengembangan potensi pariwisata telah terbukti mampu memberi dampak positif dengan adanya perubahan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Secara ekonomi pariwisata memberi dampak dalam perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja, peningkatan income per kapita dan peningkatan devisa negara. Dalam bidang kehidupan sosial terjadi interaksi sosial budaya antara pendatang dan penduduk setempat sehingga dapat menyebabkan perubahan dalam way of life masyarakat serta terjadinya integrasi sosial.

Menurut Hidayat (2000: 79), berlakunya Undang-undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah menjanjikan sebuah harapan dan tantangan bagi pemerintah daerah. Dikatakan demikian karena dengan adanya kedua undang-undang  itu, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah. Secara teoritis, perluasan wewenang dapat menciptakan local accountability, yakni meningkatnya kemampuan keuangan daerah dalam memperhatikan hak-hak masyarakatnya. Akan tetapi di lain pihak daerah otonom harus mampu untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri. Kondisi yang demikian harus diikuti dengan kemampuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sektor Pariwisata dalam PAD adalah sebagai salah satu sektor yang sangat potensial yang dapat memberikan alternatif lain sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah, dengan potensi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang besar untuk menciptakan peluang dan kesempatan kerja baru dalam kegiatan ekonomi.

Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan (leading sector) di samping industri kecil dan agroindustri, merupakan suatu instrumen untuk menghasilkan devisa dan sekaligus diharapkan akan memperluas dan meratakan kesempatan berusaha, lapangan kerja serta memupuk rasa cinta tanah air. Untuk itu perlu dilakukan pembangunan pariwisata.

Pembangunan sektor pariwisata merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang pelaksanaannya melibatkan tiga stake holder kunci yakni pemerintah, swasta dan masyarakat. Pengembangan sektor ini dilaksanakan secara lintas sektoral yang melibatkan banyak institusi baik tingkat lokal, regional, nasional bahkan internasional.

Dua pakar pariwisata berkebangsaan Swiss, Prof. Hunziker dan Prof. Krapf (1988) memberikan definisi tentang pengertian pariwisata sebagai berikut: “Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from the travel and stay of non-residents, in so far they do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity” (lihat Kodhyat, 1996: 76) (Pariwisata adalah keseluruhan (gejala) dan hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya dengan maksud bukan untuk tinggal menetap (di tempat yang disinggahinya) dan tidak berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan yang menghasilkan upah).

Berangkat dari pengertian tersebut maka perjalanan yang dikategorikan sebagai kegiatan wisata dapat dirumuskan sebagai berikut; “….Perjalanan dan persinggahan yang dilakukan oleh manusia di luar tempat tinggalnya untuk berbagai maksud dan tujuan, tetapi bukan untuk tinggal menetap di tempat yang dikunjungi atau disinggahi, atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan mendapatkan “upah“.

Dari pengertian pariwisata di atas, dapat diketahui bahwa pariwisata bukan merupakan kegiatan yang menghasilkan upah, sebaliknya dengan mengadakan perjalanan pariwisata, maka seseorang akan mengeluarkan biaya. Biaya-biaya dimaksud antara lain biaya konsumsi, biaya menginap, biaya transportasi, dan biaya-biaya lainnya. Biaya ini dikeluarkan sesuai dengan sarana yang digunakan oleh wisatawan ketika melakukan kunjungan wisata.

Menurut Yoeti (1999: 57-58) kegiatan pemenuhan kebutuhan wisatawan, akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Berkaitan dengan itulah, maka kunjungan wisatawan mempunyai dampak ekonomi kepada daerah tujuan wisata yang didatangi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung adalah dengan adanya kunjungan wisatawan, maka akan menciptakan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan jasa industri pariwisata seperti hotel/losmen melati, rumah makan, sarana angkutan/travel biro dan jenis hiburan lainnya. Dampak tidak langsung adalah perkembangan di bidang pariwisata akan meningkatkan juga bidang-bidang lainnya.

Menurut Spillane (1994:  14) secara luas pariwisata dapat dilihat sebagai kegiatan mengembangkan potensi obyek dan daya wisata serta kawasan-kawasan wisata potensial secara berkelanjutan (sustainable tourism development) dan kegiatan yang mempunyai multidimensi dari rangkaian proses pembangunan. Pembangunan sektor pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan serta mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di Indonesia.

Menurut Purwowibowo (1998: 4), kepariwisataan memiliki arti yang sangat luas, bukan hanya sekedar bepergian dan berwisata  saja, tetapi berkaitan pula dengan obyek dan daya tarik wisata yang dikunjungi, sarana transportasi yang digunakan, pelayanan, akomodasi, restoran dan rumah makan, hiburan, interaksi sosial antara wisatawan dengan penduduk setempat serta usaha pariwisata. Karena itu pariwisata dapat dilihat sebagai suatu lembaga dengan banyak sekali interaksi, kebudayaan dengan sejarahnya, kumpulan pengetahuan, dan jutaan orang yang merasa dirinya sebagai bagian dari kelembagaan ini, sehingga pariwisata sebagai konsep dapat dipandang dari berbagai perspektif yang berbeda.

Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, salah satu pasal dalam Peraturan Pemerintah tersebut mengatur kewenangan daerah otonom dalam bidang budaya dan pariwisata. Di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa daerah otonom dapat melakukan promosi dalam rangka meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan ke daerahnya masing-masing. Untuk melakukan promosi diperlukan adanya upaya pemahaman mendalam mengenai pasar yang kemudian menjadi dasar dalam penyusunan strategi dan  program promosi.          

Promosi yang dikaitkan dengan industri dan obyek wisata, dalam bahasa Inggris disebut dengan berbagai istilah, tergantung pada jenis kegiatan promosi dan pameran yang diselenggarakan  seperti :   exhibition, expo atau exposition, industrial show, trade fair, trade show, professional/scientific exhibition.  Pakar pameran seperti Halen Tongren dan James P. Thompson (1999) mendefinisikan salah satunya ialah pameran (exhibition), dalam pengertian umum adalah merupakan salah satu cara menyebarkan informasi, perkenalan sekaligus pemasaran suatu produk baik dalam bentuk gagasan maupun barang (lihat Yoeti, 1997 : 60). Pameran dapat dibedakan  antara pameran dagang dan pameran pembangunan. Dalam pelaksanaannya pameran ini dapat berbentuk pameran setempat, pameran nasional, pameran regional, dan pameran internasional. Selanjutnya memperhatikan sifat suatu pameran maka dapat dikategorikan dalam jenis pameran umum dan pameran khusus.

Kabupaten Berau merupakan provinsi yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Berau banyak menyimpan potensi yang dapat dijadikan sebagai peluang usaha. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Berau memberikan dukungan penuh untuk perusahaan yang ingin melakukan investasi di segala bidang usaha, baik di bidang perkebunan, perikanan, pertanian dan kepariwisataan. Khusus untuk bidang kepariwisataan Kabupaten Berau banyak mempunyai obyek wisata yang mempunyai potensi dan daya tarik yang masih belum dikelola secara optimal tetapi mempunyai prospek pasar skala nasional dan internasional. Oleh karena itulah, provinsi ini giat mengembangkan potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dalam rangka menarik minat wisatawan berkunjung.

Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Berau terbentuk dari kondisi geografis, sejarah dan budaya yang dimiliki Kabupaten Berau. Potensi wisata yang berasal dari kondisi geografis meliputi obyek laut/bahari. Potensi wisata yang berasal dari sejarah meliputi obyek wisata peninggalan-peninggalan sejarah. Potensi wisata yang berasal dari budaya meliputi keunikan masyarakat Kabupaten Berau dengan segala kebudayaannya.

Untuk lebih memperjelas mengenai potensi obyek dan daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Berau, maka semua obyek wisata yang ada di Kabupaten Berau ditabulasikan dalam tabel berikut.

Tabel 1.1

Potensi  Obyek dan Daya Tarik Wisata

Kabupaten Berau

 

No

Nama Objek

Bentuk Daya Tarik/Atraksi

1.

Air Terjun Talisayan

Pemandian, pemandangan alam dan petualangan

2.

Wisata Bahari Pulau Derawan

Pantai, akuarium laut, panorama alam pasir putih, olah raga pantai. 

3.

Bumi Perkemahan

Pemandangan alam, tempat berkemah, pusat aktivitas kegiatan Pramuka

4.

Kebun Binatang

Berbagai jenis hewan, mulai dari yang banyak dijumpai sampai dengan hewan langka yang hampir punah.

5.

Pulau Sangalaki

Pulau tempat penyu bertelur

6.

Pulau Kakaban

Pulau yang mempunyai danau dengan palung yang sangat dalam dan mempunyai jalan bawah tanah yang berhubungan dengan pulau di sebelahnya.

7.

Keraton Kerjaan Gunung Tabur

Wisata sejarah, merupakan peninggalan kerajaan yang pernah hidup ratusan tahun sebelumnya.

8.

Keraton Kerjaan Sambaliung

Wisata sejarah, merupakan peninggalan kerajaan yang pernah hidup ratusan tahun sebelumnya.

9.

Kuburan dan Benteng Belanda di Pulau Derawan

Wisata sejarah yang merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda.

10.

Masjid Jami’

Wisata sejarah yang merupakan peninggalan para penyebar agama Islam di Kalimantan Timur yang telah berumur ratusan tahun.

11.

Tradisi Mengarak Ulat Bulu

Atraksi budaya yang dipertunjukkan setahun sekali dalam rangka memperingati hari ulang tahun Kabupaten Berau (sejenis Pesta Barongsai).

12.

Terbang

Kesenian tradisional bernuansa Islam yang dipertunjukkan dalam hari-hari besar keagamaan dan hari-hari besar lainnya.

13.

Dalling

Tarian yang berasal dari Pulau Derawan yang mempertunjukkan atraksi tarian yang indah.

14.

Tari Leleng Dayak Berau

Tarian Suku Dayak yang sangat menarik.

Sumber:   Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Berau, 2004.

 

Berdasarkan gambaran di atas, dapat diketahui bahwa sektor kepariwisataan di Kabupaten Berau memiliki potensi yang besar, yaitu memiliki obyek dan daya tarik wisata sebagai sesuatu yang dapat dilihat (something to see) dan sesuatu yang dapat dilakukan (something to do) oleh wisatawan. Oleh karena itulah sektor pariwisata ditetapkan menjadi sektor prioritas dalam pembangunan daerah. Kondisi ini didukung oleh status serta posisi strategis Kabupaten Berau yang dapat diakses dari darat, laut dan udara.

Akses ke Kabupaten Berau lewat udara, misalnya dari Jakarta ke Kabupaten Berau hanya ditempuh selama 8 jam termasuk jam tunggu di masing-masing bandara transit, yaitu di Balikpapan (Bandara Sepinggan), dan di Samarinda (Bandara Termindung), kemudian perjalanan dilanjutkan ke Kabupaten Berau (Bandara Kalimarau). Perjalanan darat ke Kabupaten Berau dari Kabupaten Bulungan yang merupakan kabupaten yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Berau, dapat ditempuh dengan perjalanan selama 4 jam, dari Samarinda ke Kabupaten Berau dapat ditempuh dengan jalan darat selama 15 jam. Selama perjalanan, wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang indah, yang tercipta dari kondisi geografis yang sebagian besar terdiri dari lautan.

Akses lewat darat yang menghubungkan pusat Kabupaten Berau dengan obyek-obyek wisata yang tersebar di Kabupaten Berau didukung oleh sebuah terminal bis yang melayani semua jurusan ke penjuru pelosok Berau, sedangkan akses lewat laut dapat dilakukan dengan mudah, karena di Kabupaten Berau terdapat prasarana pelabuhan laut yang termasuk besar, yakni Pelabuhan Tanjung Redeb dan Pelabuhan Ketinting.

Aksesibilitas menuju obyek-obyek wisata di Kabupaten Berau terlihat dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang lebar dan beraspal hotmix di samping masih ada juga jalan tanah dan jalan yang beraspal tabur. Oleh karena itu maka tidak ada kesulitan bagi para wisatawan untuk mencapai obyek-obyek wisata yang banyak tersebar di Kabupaten Berau.

Para wisatawan yang datang ke obyek wisata di Kabupaten Berau pada umumnya berasal dari daerah hinterland (daerah pedalaman) dan provinsi di sekitar seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi dan daerah-daerah lainnya. Selain itu juga terdapat kunjungan wisatawan mancanegara. Lonjakan pengunjung selalu terjadi pada musim ramai (peak season) yakni pada saat hari-hari besar/libur nasional serta hari-hari besar agama.

Menurut data pada Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, sampai akhir Tahun 2002 terdapat jumlah arus kunjungan wisatan seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.2

Perkembangan Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Berau, 1993 s/d 2002

 

 

No

 

Tahun

Jumlah Kunjungan

1

1993

5.223

74.770

79.993

2

1994

8.697

77.458

86.155

3

1995

9.743

91.402

101.145

4

1996

9.998

100.167

110.165

5

1997

10.143

114.745

124.888

6

1998

13.082

156.551

169.633

7

1999

7.256

132.600

139.856

8

2000

5.396

102.547

107.943

9

2001

2.013

179.755

181.768

Sumber:   Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Berau, 2004.

 

Pengembangan pariwisata di Kabupaten Berau akan bernaung di bawah paradigma pembangunan pariwisata berkelanjutan, yang secara sederhana akan bertumpu pada pilar-pilar kriteria: layak secara ekonomi (economically visible) pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan (environmentaly sustainable), dapat diterima secara sosial (socially acceptable), dan secara teknis dapat diterapkan (technologically appropriate). Berdasarkan paradigma tersebut pembangunan pariwisata di Kabupaten Berau diharapkan tidak akan merugikan lingkungan.

Dalam prakteknya, program pengembangan dan peningkatan sektor pariwisata ini mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan. Kelemahan yang ada antara lain belum adanya sarana prasarana yang memadai di tempat wisata, misalnya penginapan, restoran, sarana transportasi, dan lain-lain. Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah masih banyaknya obyek dan daya tarik wisata yang belum diketahui oleh para wisatawan. Hal ini dikarenakan kurangnya program promosi yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Berau.

Selama ini memang telah dilakukan program promosi untuk memperkenalkan potensi pariwisata Kabupaten Berau, antara lain penyelenggaraan event-event olahraga, pameran, seminar, serta penampilan aktrasi seni budaya. Upaya ini dilakukan baik oleh pemerintah daerah (Dinas Pariwisata Daerah/Diparda) sendiri maupun dengan bekerja sama dengan pihak swasta, antara lain yang telah terjalin adalah kerjasama dengan PT BMI (Bhumi Manimbora Indonesia) yang menangani Pulau Derawan untuk daerah pantai serta Yayasan Kalbu-Kehati yang bergerak di bidang kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup spesies bintang langka seperti penyu hijau di daerah pantai Kabupaten Berau. Akan tetapi dari sekian banyak event yang telah diikuti oleh Diparda untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Berau, hal itu masih belum memberikan hasil yang diharapkan. Hal ini terbukti dari tidak tercapainya jumlah target kunjungan wisatawan yang ditetapkan setiap tahunnya.

Di lain pihak dari segi biaya, terjadi kecenderungan peningkatan biaya promosi dari tahun ke tahunnya. Hal ini dapat diketahui dari anggaran promosi yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1.3

Anggaran Biaya Program Promosi Pariwisata Kabupaten Berau, 1993 – 2002

 

 

 

No

 

 

Tahun Anggaran

Anggaran Biaya Program

Promosi  Pariwisata  Dalam APBD

1

1993

75.000.000

75.000.000

2

1994

100.000.000

100.000.000

3

1995

400.000.000

400.000.000

4

1996

700.000.000

700.000.000

5

1997

770.000.000

770.000.000

6

1998

850.000.000

850.000.000

7

1999

900.000.000

900.000.000

8

2000

950.000.000

950.000.000

9

2001

930.000.000

930.000.000

10

2002

980.000.000

980.000.000

Sumber:   Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Berau, 2004.

 

Agar biaya yang telah dikeluarkan tersebut tidak sia-sia, maka seharusnya diadakan penelitian mengenai sebab-sebab kekurangberhasilan program promosi tersebut. Dari penelitian awal yang dilakukan, diketahui bahwa salah satu penyebab kekurangberhasilan program promosi di Kabupaten Berau adalah selama ini program promosi kepariwisataan Kabupaten Berau kurang intensif dijalankan, yaitu terbatas pada penyelenggaraan event-event yang hanya berskala regional saja dan belum go international. Di lain pihak sarana prasarana pariwisata yang ada juga belum mendukung, terlihat dari masih kurangnya sarana hotel, restoran, travel dan jasa penunjang pariwisata lainnya. Jadi kesiapan kabupaten Berau sendiri untuk dapat menerima turis domestik dan mancanegara masih perlu dibenahi.

Selain itu ditinjau dari segi sumber daya manusia dan kemampuan SDM Dinas Pariwisata dalam membuat program promosi yang berhasil, masih sangat terbatas. Semua permasalahan itu menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Berau masih belum seperti yang diharapkan.

Berkaitan dengan latar belakang di atas permasalahan dalam penelitian ini adalah evaluasi program-program promosi yang telah berjalan. Kajian program tersebut dirumuskan dalam pertanyaan:

1. apakah terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setelah diadakannya program promosi pariwisata;

2.  kebijakan apa yang harus ditempuh untuk meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan ke Kabupaten Berau.

 

1.2 Keaslian Penelitian

Gordon (2001) melakukan penelitian mengenai cara penggalakan pariwisata yang menonjolkan keunikan etnis di beberapa negara di dunia, antara lain di India, Gambia, Namibia, Tanzania, Turkey dan negara-negara lainnya. Dalam tulisannya tersebut dibahas tentang cara-cara untuk menjual potensi wisata yang ada pada etnis-etnis yang khas di negara-negara yang ditelitinya, yaitu dengan meningkatkan fasilitas pariwisata, mengadakan berbagai macam pelatihan yang mendukung kegiatan turisme (misalnya kursus bahasa, kursus manajemen pariwisata, dan lain-lain), mengadakan pertunjukan-pertunjukan kebudayaan lokal yang dapat dijual kepada turis yang datang, dan mengadakan pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan kepada turis agar para turis merasa nyaman dalam wisatanya.

Chacko (2004) mengadakan penelitian mengenai cara-cara melakukan positioning pariwisata. Penelitian ini dilakukan terhadap wisatawan Jepang yang datang ke Amerika. Berdasarkan prinsip pemasaran positioning, Chacko menemukan bahwa positioning yang efektif adalah dengan melayani kebutuhan turis pada saat datang berkunjung ke suatu objek wisata. Dari penelitiannya Chacko menemukan bahwa kegiatan yang paling sering dilakukan oleh turis adalah berkeliling kota untuk melihat pemandangan kota, belanja, makan, menggunakan jasa guide untuk mengetahui lebih banyak mengenai suatu objek wisata, mengunjungi tempat-tempat bersejarah, mengambil gambar (foto) dari objek wisata yang dikunjunginya, melakukan berbagai macam kegiatan di pantai, mengunjungi taman-taman yang mempunyai keunikan tertentu, berenang, dan mengunjungi galeri-galeri seni.

Berdasarkan kegiatan yang sering dilakukan oleh turis tersebut, Chacko menyarankan bahwa untuk menarik kunjungan wisatawan, maka daerah tujuan wisata, harus menyediakan apa yang menjadi kebutuhan para turis dalam melakukan kegiatan-kegiatannya di atas, antara lain jasa travel untuk menunjang turis berkunjung ke objek wisata, jasa guide untuk memandu turis dalam memahami objek wisata yang dikunjunginya, sarana-prasarana hotel dan restoran untuk menunjang akomodasi wisatawan, dan lain-lain.

Di akhir tulisannya, Chacko (2004) mengatakan bahwa positioning merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Keberhasilan dari positioning ini dapat dilihat dari meningkat tidaknya jumlah arus kunjungan wisatawan yang masuk ke suatu negara.

Poerwanto (2002), meneliti dampak pengembangan obyek wisata terhadap kesempatan kerja. Penelitian dilakukan di obyek wisata Pantai Pasir Putih Situbondo. Dari penelitian yang dilakukan Poerwanto, diketahui bahwa pengembangan obyek wisata mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang tercipta dari pengembangan obyek wisata berasal dari pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan layanan kebutuhan wisatawan, antara lain di bidang tour dan travel, guide, rumah makan dan hotel yang ada di lokasi wisata, dan lain-lain.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah obyek yang diteliti sama-sama obyek wisata. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Gordon (2001) adalah dalam penelitian ini yang diteliti adalah pengaruh promosi pariwisata terhadap jumlah kunjungan wisatawan, sedangkan Gordon meneliti cara-cara untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dengan cara meningkatkan sarana prasarana. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Chacko (2004) adalah penelitian ini meneliti cara meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dengan cara promosi, sedangkan Chacko meneliti cara peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dengan cara positioning. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Poerwanto (2002) adalah bahwa penelitian ini meneliti pengaruh promosi terhadap jumlah kunjungan wisatawan, sedangkan Poerwanto meneliti dampak pengembangan obyek wisata terhadap kesempatan kerja.

 

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1.  untuk mengetahui hubungan antara program  promosi  pariwisata  dengan  jumlah  arus

kunjungan wisatawan ke Kabupaten Berau;

2.  untuk mengetahui kebijakan yang seharusnya ditempuh untuk meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan ke Kabupaten Berau.

 

1.4  Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan dalam upaya pengayaan penelitian dan pengembangan konsep-konsep program program promosi Pariwisata Terpadu.

2. Diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengambilan keputusan/kebijaksanaan bagi Dinas Pariwisata Kabupaten Berau, swasta dan masyarakat yang terkait dengan  kegiatan usaha pariwisata di Kabupaten Berau. Pemerintah Daerah diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai masukan dalam Perencanaan Program Promosi Pariwisata Daerah.

 

1.5  Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I Pengantar, menguraikan tentang latar belakang masalah,  tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, menguraikan teori yang menunjang penelitian dan alat analisisnya. Bab III Analisis Data menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab IV  Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.

 

3 Tanggapan to “PENGEMBANGAN PROGRAM PROMOSI PARIWISATA DI KABUPATEN BERAU”


  1. 1 yadi Maret 28, 2010 pukul 7:48 am

    daftar pustakanya dong

  2. 2 suzi nilawati.sh Januari 22, 2011 pukul 1:43 pm

    kayaknya event-event regional yang dilakukan tidak ada tuh….yang ada hanya past acara 17 belasan dan ulangtahun kota berau,bagaimana bisa meningkat pariwisata berau kalau pemda dan dinas pariwisata tidak memberikan dorongan semangat harapan di masyarakat itu sendiri dengan cara memelihara kebersihan di daerah pariwisata itu,dan tidak memberikan modal swadaya dengan cara mendirikan rumah sendiri sbagai hotel.apalagi di daerah maratua hanya 1 saja hotel khusus untuk orang kaya jadi yg datang orang yang punya uang saja,jadi yang perlu dijadikan turis itu bukan orang luar dulu,tetapi masyarakt berau itu sendiri dulu lebih dibuka pemikirannya untuk mencintai daerahnya sendiri..daripada liburan selalu ke jakarta atau jawa sekitarnya…

  3. 3 haqqul yakin September 23, 2011 pukul 1:07 pm

    assalamualaikum…..
    perkenalkan nama saya haqqul yakin dari Ikatan Mahasiswa pencinta alam universitas mulawarman (IMAPA UNMUL). rencana saya dan teman-teman mau k berau untuk ekpedisi potensi wisata arung jeram d sungai kelai. yang ingin saya tanyakan. apakah dari dinas pariwisata berau ada data sungai kelai?? sebelumnya terimakasih??


Tinggalkan komentar